SLEMAN, jogja.expost.co.id - Pondok Pesantren Ki Hajar Dewantara menggelar wayang sambung dengan lakon Semar mBangun Umat oleh Ki Dalang Moh. Mukti, Minggu (9/6/2024) malam.
Pondok Pesantren Ki Hajar Dewantara yang berlokasi di Padukuhan Banjarharjo Bimomartani Ngemplak Sleman ini tidak seperti biasanya, pasalnya Ponpes tersebut menggelar Wayang Sambung dengan lakon Semar mBangun Umat.
Semar mBangun Umat sengaja dipilih karena Ponpes Ki Hajar Dewantara melakukan gelaran perdana atau pembukaan mujahadah rutin selapanan yang bakal digelar setiap malem Senin Pon.
"Gelaran wayang sambung bisa terselenggara berkat kerjasama dengan Fakultas Bahasa, Seni dan Budaya (FBSB) Universitas Negeri Yogyakarta," ucap Kyai Rahmat Fauzi dalam sambutannya.
Menurutnya meski hanya wayang sambung namun ia berharap santri dan masyarakat sekitar pondok pesantren dapat mengambil pelajaran dari cerita Semar mBangun Umat tersebut.
Santriwan/santriwati Ponpes Ki Hajar Dewantara membaca Al-Quran dan bersalawat menandai dimulainya mujahadah rutin selapanan.
Ketua tim pengabdian kepada masyarakat (PKM) FBSB UNY Sumaryadi membeberkan wayang berasal dari Ma dan Yang, yang bermakna menuju kepada Yang Maha Kuasa. Atau wayang diartikan dengan bayangan.
Wayang yang dimainkan oleh Dalang, jika merujuk sejarah penonton dapat melihat bayangan wayang dari depan layar atau kelir. Sebab kelir yang berasal dari kain putih disorot lampu bencong atau petromak.
"Hadirnya lampu listrik, kini wayang umumnya dilihat dari belakang layar atau belakang Dalang," katanya.
Masih jabar Sumaryadi, kata Dalang berarti mudal piwulang atau orang yang memberikan pelajaran.
"Dalang bukan kadal lan walang (kadal dan belalang). Apa lagi, Dalang diartikan kadal malang (kadal melintang)," klakar Sumaryadi disambut tawa ratusan penonton.
Ketua tim pengabdian kepada masyarakat (PKM) FBSB UNY Sumaryadi membeberkan wayang berasal dari Ma dan Yang, yang bermakna menuju kepada Yang Maha Kuasa. Atau wayang diartikan dengan bayangan.
Wayang yang dimainkan oleh Dalang, jika merujuk sejarah penonton dapat melihat bayangan wayang dari depan layar atau kelir. Sebab kelir yang berasal dari kain putih disorot lampu bencong atau petromak.
"Hadirnya lampu listrik, kini wayang umumnya dilihat dari belakang layar atau belakang Dalang," katanya.
Masih jabar Sumaryadi, kata Dalang berarti mudal piwulang atau orang yang memberikan pelajaran.
"Dalang bukan kadal lan walang (kadal dan belalang). Apa lagi, Dalang diartikan kadal malang (kadal melintang)," klakar Sumaryadi disambut tawa ratusan penonton.
Penggamel tampak kompak mengiringi penampilan wayang kulit sambung Semar mBangun Umat yang di mainkan oleh dosen dan mahasiswa FBSB UNY.
Sementara itu, Ki Dalang Moh. Mukti yang juga dosen FBSB UNY kepada awak media menceritakan dibalik wayang terdapat tontonan, tuntunan dan tatanan.
"Wayang disamping menjadi tontonan atau hiburan, juga harus ada pelajaran (tuntunan) yang bisa diambil penonton. Selanjutnya, penonton dapat mengikuti atau mengamalkan nilai nilai positif yang terkandung dalam kisah tersebut," ucapnya.
Menurutnya, Semar mBangun Umat merupakan sebuah kritik kepada juru dakwah atau dai dan ahli ibadah dengan kondisi bangsa-negara dan dunia akhir akhir ini.
"Rusaknya rakyat-pejabat karena para pengingat atau juru dakwah tidak melakukan tugasnya sebagaimana mestinya namun sibuk dengan dirinya sendir," katanya.
"Sementara para ahli ibadah sibuk menuhankan materi, mengejar kekuasaan, menabrak hukum agama-negara sehingga rakyat (umat) mengalami krisis keteladanan," sambung Ki Dalang yang tinggal di Kalasan Prambanan itu.
Ditandaskan Ki Dalang, problem rakyat akan terminimalisir jika akses pendidikan, ketersediaan pangan dan kesehatan murah untuk rakyat terpenuhi.
"Namun jika para pengambil kebijakan tidak berpihak kepada wong cilik maka keamanan menjadi tidak stabil," tuturnya.
Begitu juga sebut Ki Dalang, fenomena perang Israel-Palestina dan Rusia-Ukraina, keduanya bisa terjadi karena tekanan masyarakat internasional kurang maksimal dan para pemimpin dunia mengalami kemiskinan nilai nilai kemanusiaan.
"Alam semesta kita jaga bersama, maka Tuhan Yang Esa akan tersenyum melihat hamba-Nya," pungkas Ki Dalang Moh. Mukti.
Sementara itu, Ki Dalang Moh. Mukti yang juga dosen FBSB UNY kepada awak media menceritakan dibalik wayang terdapat tontonan, tuntunan dan tatanan.
"Wayang disamping menjadi tontonan atau hiburan, juga harus ada pelajaran (tuntunan) yang bisa diambil penonton. Selanjutnya, penonton dapat mengikuti atau mengamalkan nilai nilai positif yang terkandung dalam kisah tersebut," ucapnya.
Menurutnya, Semar mBangun Umat merupakan sebuah kritik kepada juru dakwah atau dai dan ahli ibadah dengan kondisi bangsa-negara dan dunia akhir akhir ini.
"Rusaknya rakyat-pejabat karena para pengingat atau juru dakwah tidak melakukan tugasnya sebagaimana mestinya namun sibuk dengan dirinya sendir," katanya.
"Sementara para ahli ibadah sibuk menuhankan materi, mengejar kekuasaan, menabrak hukum agama-negara sehingga rakyat (umat) mengalami krisis keteladanan," sambung Ki Dalang yang tinggal di Kalasan Prambanan itu.
Ditandaskan Ki Dalang, problem rakyat akan terminimalisir jika akses pendidikan, ketersediaan pangan dan kesehatan murah untuk rakyat terpenuhi.
"Namun jika para pengambil kebijakan tidak berpihak kepada wong cilik maka keamanan menjadi tidak stabil," tuturnya.
Begitu juga sebut Ki Dalang, fenomena perang Israel-Palestina dan Rusia-Ukraina, keduanya bisa terjadi karena tekanan masyarakat internasional kurang maksimal dan para pemimpin dunia mengalami kemiskinan nilai nilai kemanusiaan.
"Alam semesta kita jaga bersama, maka Tuhan Yang Esa akan tersenyum melihat hamba-Nya," pungkas Ki Dalang Moh. Mukti.
Pewarta: Mukhlisin Mustofa/Red
Social Header