Breaking News

Libur Panjang, Tapi Tak Berkunjung: Ke Mana Perginya Wisatawan Lebaran 2025

Agus Budi Rahman dan Selly Sagita di sela kesibukannya. 


YOGYAKARTA, jogja.expost.co.id - Obrolan Santai Wisata Jogja bersama Agus Budi Rahman dan Selly Sagita di Borobudur Silver Yogyakarta.

Libur Lebaran 2025 seharusnya menjadi momen puncak arus wisata. Tiket pesawat habis dipesan sejak jauh hari, hotel berlomba-lomba menawarkan promo menarik, dan destinasi wisata bersiap menyambut banjir manusia. Namun kenyataannya jauh dari harapan. Kamar-kamar hotel kosong, warung tutup lebih awal, dan jalan-jalan utama yang biasanya padat justru lengang di jam sibuk.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat okupansi hotel selama libur Lebaran 2025 hanya mencapai 48,6%—turun signifikan dari 59,2% pada periode yang sama tahun lalu. Penurunan paling terasa terjadi di destinasi favorit seperti Yogyakarta, Bandung, dan Bali, bahkan mencapai 30%.

Tak hanya perhotelan, destinasi wisata juga mencatat penurunan tajam. Laporan dari Dinas Pariwisata menunjukkan bahwa total wisatawan domestik selama Lebaran hanya mencapai 6,2 juta jiwa—turun 23% dibandingkan tahun sebelumnya. 

"Dampaknya merembet ke UMKM lokal: transaksi di pusat kuliner dan cinderamata merosot rata-rata 18%, menciptakan efek domino terhadap ekonomi rakyat kecil," ucap Agus Budi Rahman, Selasa (08/04/2025) di Borobudur Silver Yogyakarta.

Ke Mana Perginya Wisatawan?

Menurut Agus Budi Rahman, pemerhati pariwisata Yogyakarta, ada pergeseran perilaku wisatawan. “Banyak orang kini memilih staycation, menikmati waktu bersama keluarga di rumah. Mereka merasa pengalaman wisata yang ditawarkan stagnan, tidak ada hal baru,” ujarnya.

Hal ini diamini oleh Selly Sagita, pengusaha dan pelaku industri kreatif pemilik Borobudur Silver. Menurutnya, wisata berbasis pengalaman belum sepenuhnya dimaksimalkan. “Kita masih terlalu fokus pada spot foto, bukan pada cerita di baliknya. Padahal, wisatawan ingin sesuatu yang lebih otentik dan personal,” katanya.

Biaya Naik, Daya Tarik Turun

Faktor lain yang ikut mempengaruhi adalah naiknya biaya perjalanan. Harga tiket pesawat belum sepenuhnya stabil pasca pandemi, sementara perjalanan darat masih diwarnai kemacetan dan layanan yang belum maksimal. Ditambah tekanan inflasi, masyarakat kini lebih selektif dalam membelanjakan uangnya.

Namun lebih dari sekadar soal biaya, ada hal yang lebih mendasar: krisis daya tarik.

Indonesia, khususnya kawasan wisata seperti Yogyakarta, disebut sedang mengalami stagnasi dalam inovasi pariwisata. Kita menawarkan pemandangan, tapi bukan pengalaman. Menjual keramaian, tapi bukan kedekatan emosional. Yang berubah hanya banner promosi, bukan substansi destinasi.

Refleksi dari Lebaran 2025

“Ini jadi wake-up call. Kita harus mulai menyadari bahwa wisata bukan hanya tentang jumlah pengunjung, tapi tentang bagaimana menciptakan koneksi dengan mereka,” tutur Agus.

“Kalau ingin wisatawan kembali, kita harus memberi mereka alasan. Bukan sekadar tempat, tapi kisah dan kehangatan yang mereka bawa pulang,” imbuh Selly.

Libur Lebaran 2025 menjadi pengingat bahwa euforia tidak cukup tanpa inovasi. Jika sektor pariwisata tak segera berbenah, maka yang akan datang bukanlah wisatawan—melainkan ketertinggalan.

Kini, pertanyaannya bukan lagi: “Mengapa mereka tidak datang?” Tapi: “Mengapa mereka harus kembali?,” pungkas Agus. (Tyo).


Editor: Mukhlisin Mustofa/Red
© Copyright 2022 - jogja.expost.co.id