Breaking News

Pariwisata DIY di Persimpangan: GIPI Dorong Strategi Diversifikasi dan Ketahanan Industri

Ketua DPD Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY, Bobby Ardiyanto, saat ditemui awak media di tempat kerjanya.


YOGYAKARTA, jogja.expost.co.id – Sektor pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tengah memasuki masa kritis. Tak disebabkan oleh bencana atau pandemi, melainkan oleh regulasi: Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan yang bertujuan menata pariwisata nasional itu justru membawa dampak signifikan bagi ekosistem wisata di DIY.

Ketua DPD Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY, Bobby Ardiyanto, menegaskan bahwa keberadaan Inpres ini menggerus denyut utama sektor wisata, terutama dari aktivitas MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) dan study tour yang selama ini menjadi tulang punggung wisata domestik.

“Sekitar 60 persen kegiatan MICE DIY berasal dari instansi pemerintah. Sementara larangan study tour oleh sejumlah daerah menghapus hampir 40 persen potensi kunjungan wisatawan. Ini membuat kita harus realistis dan segera menyusun langkah antisipatif,” ujar Bobby dalam pertemuan strategis GIPI DIY :Rabu;21/04/2026 di Java Villas Yogyakarta

Membangun Ulang Arah Strategi Pariwisata

Menghadapi situasi ini, GIPI DIY menawarkan sejumlah strategi diversifikasi pasar dan optimalisasi sumber daya yang ada. Bobby memaparkan beberapa langkah kunci yang dinilai krusial untuk mempertahankan daya saing pariwisata DIY:

Menghidupkan kembali pasar weekday tourism dengan menghadirkan produk menarik di hari kerja.

Menyusun paket bundling wisata berbasis pendidikan, seperti mengintegrasikan jadwal wisuda dan MICE kampus.

Kolaborasi pelaku event dengan industri wisata dalam program pra dan pasca-event.

Pengembangan wellness dan medical tourism, dengan ekosistem seperti Jogja Creative Wellness Festival (JCWF).

Penguatan sport tourism melalui event olahraga dan atraksi pendukung.

Revitalisasi desa wisata melalui konsep Community-Based Tourism dan festival tematik.

Sinkronisasi program promosi UMKM dan pusat belanja dengan bundling wisata seperti program great sale.


“Strategi ini tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan orkestrasi lintas pemangku kepentingan agar bisa memperkuat ekosistem wisata secara berkelanjutan, terutama di masa weekdays yang selama ini kurang tergarap,” tegas Bobby.

Wakil Ketua Bidang Objek Daya Tarik Wisata dan Event GIPI DIY, Agus Budi Rahman, di sela kesibukan kerjanya.

Selanjudnya Agus Budi Rahman Wakil Ketua Bidang Objek Daya Tarik Wisata dan Event GIPI DIY, menyoroti paradoks yang lahir dari kebijakan Inpres tersebut. Menurutnya, banyak pelaku wisata kecil—dari homestay hingga komunitas lokal—justru tergencet oleh aturan yang terlalu teknokratis.

“Homestay yang belum tersertifikasi terpaksa tutup. Pemandu wisata non-formal kehilangan ruang geraknya. Komunitas yang selama ini jadi penggerak destinasi alternatif malah terjebak dalam birokrasi,” jelas Agus.

Ia menilai bahwa regulasi ini berpotensi mengubah wajah pariwisata DIY yang selama ini inklusif dan berbasis rakyat menjadi industri yang eksklusif dan tidak ramah terhadap inisiatif akar rumput.

“Kita paham pentingnya profesionalisme, tapi regulasi harus punya empati pada realitas lapangan. Jika tidak, sektor ini bukan hanya kehilangan pemasukan, tapi juga kehilangan jiwanya,” tegas Agus.

Menuju Pariwisata DIY yang Tangguh dan Adaptif

Baik Bobby maupun Agus sepakat bahwa momentum ini harus menjadi titik refleksi untuk merumuskan ulang arah pariwisata DIY—dari sekadar destinasi menjadi ekosistem yang tangguh, adaptif, dan berkeadilan.

“Kami tidak menolak regulasi, tapi kami ingin memastikan bahwa kebijakan dibuat dengan mendengar suara pelaku di bawah. Kalau tidak, kita hanya membangun dari atas, tanpa fondasi yang kuat di akar,” tutup Agus.

Pertemuan ini diharapkan menjadi awal dari gerakan bersama menuju pariwisata DIY yang lebih responsif, inovatif, dan tetap berpihak pada masyarakat. (Tyo)


Editor: Mukhlisin Mustofa/Red
© Copyright 2022 - jogja.expost.co.id