Breaking News

Bupati Sleman Harda Kiswaya Hadiri Pagelaran Wayang Kulit Merti Dusun Padukuhan Gejayan


Penampilan dalang Ki Gading Pawukir Seno Saputro dan 2 sinden saat menghibur masyarakat Padukuhan Gejayan Condongcatur.


SLEMAN, jogja.expost.co id - Di tahun 2025 dalam semangat kebersamaan dan penghormatan pada warisan leluhur, warga Padukuhan Gejayan kembali menggelar Merti Dusun dengan meriah dan penuh makna. Mengusung tema Guyub Rukun Nglestari Budaya, Nyawiji Kanggo Tuwuhe Ekonomi Masyarakat. Rangkaian acara yang berlangsung hampir satu bulan ini di mulai dari 27 Juli 2025 hingga 24 Agustus 2025.

Puncak acara dihelat pagelaran wayang kulit, Minggu (24/8/2025). Untuk sesi siang dengan dalang Ki Kiswan Dwinaeka mengambil lakon Romo Tambak. Digelaran Wayang Semalam Suntuk menghadirkan dalang Ki Gading Pawukir Seno Saputro mengambil Lakon Pendadaran Pendidikan Pandawa Kurawa. Serta bintang tamu Lintang Kairo dan Elisa Orcarus Alaso.

Tampak hadir pada gelaran wayang kulit semalam suntuk, Bupati Sleman Harda Kiswaya, Panewu Depok Djoko Muljanto bersama Forkopimka dan Lurah Condongcatur Reno Candra Sangaji beserta jajarannya.

Bupati Sleman, Harda Kiswaya secara simbolis menyerahkan tokoh Wayang Kulit Bimo Seno kepada Dalang Ki Gading Pawukir Seno Saputro. Di kesempatan itu, Harda berpesan bahwa dalang muda sebagai pewaris budaya.

"Mari kita jaga dan lestarikan budaya kita melalui wayang. Dengan wayang, kita dapat menyampaikan pesan moral, nilai-nilai luhur, dan sejarah bangsa. Jangan ragu untuk berkreasi dan berinovasi, namun tetap jaga nilai-nilai budaya kita. Mari kita jadikan wayang sebagai sarana untuk membangun karakter bangsa dan melestarikan warisan budaya kita," ucapnya.

Bupati Sleman Harda Kiswaya saat memberikan tokoh wayang Bimo Seno kepada Dalang Ki Gading Pawukir Seno Saputro.

Dukuh Gejayan, Nuryanto, mengatakan rangkaian Merti Dusun HUT ke-80 RI Padukuhan Gejayan 2025 diawali dengan gotong-royong bersih desa. Dan Spirit Peringatan Kemerdekaan Indonesia menyatukan elemen sejarah, spiritualitas, seni, ekonomi, dan nasionalisme dalam satu tarikan napas kebudayaan.

"Kegiatan dimulai dengan kerja bakti massal antar-RW, dilanjutkan pemasangan bendera dan lomba-lomba kemerdekaan, yang menyatukan semangat peringatan HUT ke-80 RI dan upaya pelestarian budaya lokal. Momen Besik Wasono Loyo pada 10 Agustus 2005 dengan pembersihan makam leluhur menjadi penghormatan nyata atas para pendahulu," beber Nuryanto.

"Selanjutnya tanggal 16 dan 21 Agustus diisi dengan tirakatan dan doa bersama sebagai ungkapan syukur kolektif. Seluruh kegiatan ini menguatkan kesadaran spiritual, kebersihan batin, dan mempererat kebersamaan antar warga lintas usia dan keyakinan,” lanjutnya.

Masih tutur Nuryanto, ada Kirab Budaya dengan Bregada, kirab Pusaka, Gunungan, dan Identitas, Puncak haru sekaligus sakral terjadi pada Sabtu, 23 Agustus 2025. Melalui Kirab Budaya dan Bregada Prajurit. Acara ini menjadi lambang penghormatan terhadap nilai luhur dan sejarah panjang dusun.

Nuryanto melanjutkan, Pusaka dusun diboyong dari kediaman Bapak LN Tri Jaka Pratistha, sesepuh yang disegani, dikawal bergodo prajurit Kakung- Putri, gunungan lanang-wadon, dan alunan gamelan Kaprajuritan Kesultanan Yogyakarta. Kirab menyusuri dusun, berhenti di kantor Dukuh, lalu menuju Bale Sembrama Buddhayah sebagai titik pusat kegiatan masyarakat.

Sebagai pucak acara dilaksanakan Kenduri,dan Pagelaran Wayang kulit pada hari minggu 24 Agustus 2025 Siang oleh Ki Kiswan membuka acara dengan lakon Romo Tambak, kisah edukatif bagi anak-anak dan keluarga. Pukul 14.00 WIB kenduri Dusun/Shodakohan digelar warga membawa tumpeng dan berkat dari rumah masing-masing. Hal itu sebagai bentuk syukur dan doa bersama untuk kemakmuran dan keselamatan.

Serta pagelaran wayang kulit semalam suntuk oleh Ki Gading Pawukir (Putra Ki Seno Nugroho) didukung seniwati muda Lintang Kairo dan Bintang tamu Sinden Elisa Orcarus. Ia menyuguhkan lakon Pendadaran Murid Sokolimo. Pertunjukan ini tak hanya menghibur ratusan warga hingga dini hari, tetapi juga menyampaikan nilai-nilai dharma, perjuangan, dan moralitas khas Jawa.

“Tradisi ini bukan hanya pelestarian masa lalu, tapi panduan hidup masa kini dan masa depan. Gejayan harus tetap hidup dalam nilai-nilai luhur yang diwariskan para leluhur,” pungkas Dukuh Gejayan, Nuryanto.

Lurah Condongcatur Reno Candra Sangaji saat berbelanja di Bazar UMKM Merti Dusun Padukuhan Gejayan 2025.

Bazar UMKM sebagai simbol  Ekonomi Rakyat Berdenyut digelar 22–24 Agustus menjadi magnet kegiatan.

Ketua Bidang UMKM, Lien Setyawati, mengatakan lebih dari 50 pelaku usaha lokal, termasuk dari Kelompok Wanita Tani Srikandi Mandiri, memamerkan produk kuliner, kerajinan tangan, hingga busana tradisional.

“Melalui Merti Dusun, warga Gejayan bangga menjadi pelaku ekonomi, bukan hanya penonton. Kita dorong ekonomi keluarga tumbuh dari budaya sendiri,” ucap Lien Setyawati.

Dari Sejarah ke Spirit Kekinian

Menurut penuturan R. Purwita dan R. Eko Suryono, tokoh adat sekaligus juru kunci makam Wasono Loyo Gejayan, Merti Dusun Gejayan bukan sekadar seremoni tahunan semata. Tradisi ini merupakan wujud penghormatan mendalam terhadap akar sejarah panjang yang melekat di wilayah Gejayan.
Gejayan tumbuh dari jejak para pahlawan dan tokoh legendaris, seperti Bendoro Pangeran Hangabehi, putra Sri Sultan Hamengku Buwono I sekaligus panglima pertahanan wilayah utara Kesultanan Yogyakarta. Sosok ini membuka pemukiman sekaligus membangun pertahanan kuat melawan kolonialisme di masa lampau.

Selanjutnya, Panembahan Brajamusti atau yang dikenal juga dengan nama Raden Mas Jalmi, adalah pejuang spiritual sekaligus militer yang berperan penting membangun basis gerilya di Gejayan. Sementara itu, Kyai Joyoilani adalah tokoh pengayom masyarakat yang membentuk komunitas religius awal di padukuhan ini.

"Peristiwa-peristiwa kunci seperti ekspedisi militer ke lereng Gunung Merapi, pembukaan jalur logistik perang, dan keterlibatan dalam jaringan Perang Diponegoro menjadi fondasi spiritual dan historis yang kuat bagi masyarakat Gejayan hingga kini,” jelasnya.

Ditambahkan R. Purwita, Makam Panembahan Brajamusti yang terletak di Wasono Loyo dan makam Kyai Joyoilani, tidak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir, tetapi juga pusat ziarah spiritual yang menyatukan warga dalam doa, pengingat sejarah, dan penanaman nilai-nilai luhur.

Sebagai juru kunci, R. Purwita dan R. Eko Suryono secara rutin menjaga kelestarian makam dan melestarikan tradisi nyadran yang sarat makna religius dan sosial.

Suguhan Tari di Bale Sembrama Buddhayah oleh pelajar turut mewarnai Merti Dusun Padukuhan Gejayan.

Diketahui, rangkaian kegiatan Merti Dusun HUT ke-80 Padukuhan Gejayan 2025 menelan anggaran sebesar Rp.161.734.000. Dana sebesar itu, dihimpun dari iuran warga, bantuan pemerintah, partisipasi UMKM, dan sponsor. Dana tersebut dikelola transparan untuk mendukung seluruh aspek acara dari infrastruktur, seni pertunjukan, hingga konsumsi ribuan warga.

Lebih dari sebuah tradisi, Merti Dusun Gejayan 2025 adalah bukti bahwa sebuah dusun bisa berdikari lewat akar budayanya sendiri. Ia menjadi ruang bagi warga untuk menanamkan kebanggaan identitas, menghidupkan semangat kebersamaan, dan memutar roda ekonomi lokal. Di tengah gempuran globalisasi dan perubahan sosial, Gejayan menunjukkan bahwa desa bukan tempat yang ditinggal, tapi tempat untuk kembali, belajar, dan membangun masa depan.

“Merti Dusun ini bukan akhir, melainkan awal dari tekad kita semua untuk menjadikan Gejayan lebih dikenal, lebih berdaya, dan lebih membanggakan,” ucap H. Muhammad Kurniawan, yang juga Ketua Panitia. (Wasama)



Editor: Mukhlisin Mustofa/Red 
© Copyright 2022 - jogja.expost.co.id